Secara administratif, sesuai dengan namanya, pesugihan Bulus Jimbung terletak di Desa Jimbung, Kecamatan Kalikotes, Klaten, Jawa Tengah. Jika dilihat dengan kasat mata, tempat pesugihan ini hanyalah berbentuk sebuah sendang yang diberi pagar pembatas. Pada sisi timur sendang, tumbuh sebuah pohon randu alas yang usianya sudah ratusan tahun. Menurut Ruri, 45) tahun, juru kunci, untuk mendapatkan pesugihan di tempat yang dijaganya ini, pelaku harus melakukan perjanjian gaib dengan penguasa gaib sendang Jimbng. Dan untuk bisa melakukan perjanjian gaib, pelaku harus melakukan ritual di tepi sendang Jimbung. Syarat ritualnya harus menyediakan kemenyan, candu, nasi tumpeng plus panggang ayam kampung, minyak wangi, daging ayam mentah serta kembang tiga macam. Setelah semua perlengkapan ritual ini dipenuhi, dengan dipandu oleh juru kunci, pelaku dapat langsung melakukan ritual di tepi sendang.
Gampangnya lagi, prosesi ritual dapat dilakukan siang hari. Setelah prosesi mempersembahkan sesaji ini usai, prosesi selanjutnya yakni tapa kungkum di sendang. Pada saat melakukan tapa kungkum yang lamanya tak lebih satu jam inilah, pelaku dapat mengutarakan permintaan serta niatnya kepada penguasa gaib sendang Jimbung.
Masih menurut Ruri, pelaku pesugihan Bulus Jimbung harus mempunyai usaha dagang di rumah. Walau hanya kecil-kecilan. Dan hal ini merupakan syarat lain selain melakukan ritual. Lalu, bagaimana penguasaha gaib sendang Jimbung memberikan pesugihan kepada pelaku? Ternyata, dengan sarana berdagang itulah, penguasaha gaib sendang Jimbung memberikan harta kepada pelaku. Menurut juru kunci, jika pendapatan dari hasil berdagang itu kalau dikalkulasi hanya mendapat 100 ribu, maka di dalam kotak tempat penyimpanan uang, jumlah uangnya besar lebih dari itu. Dengan demikian, bisa dibayangkan, berapa kekayaan yang bakal diraup oleh pelaku.
Setiap tahun pelaku harus melakukan ritual jika ingin terus diberi kekayaan oleh penguasa gaib sendang Jimbung. Namun walau penguasa gaib telah memberi kekayaan kepada pelaku, dia tidak memerlukan tumbal nyawa. Tapi menurut juru kunci, ada tanda khusus bagi pelaku pesugihan sendang Jimbung, yakni tubuhnya akan tampak belang-belang seperti warna pada tempurung bulus jimbung yang diyakini sebagai penguasa gaib sendang ini. Lalu, siapa sebenarnya penguasa gaib sendang Jimbung ini? Menurut juru kunci, yang menjadi penguasa gaib sendang Jimbung yakni sesosok bulus raksasa dengan tempurung berdiameter lebih kurang satu meter. Pada hari-hari tertentu, bulus raksasa ini muncul ke permukaan dan dapat dilihat dengan kasat mata oleh siapapun.
Asal-asul bulus raksasa ini berawal dari abad ke VI di Jawa Tengah. Ketika itu berdiri sebuah kerajaan yang bernama Kalingga. Kerajaan ini mencapai puncak keemasannya pada tahun 674 M saat tampuk singgasana dipegang oleh seorang raja perempuan yang bernama Ratu Sima. Ratu Sima dikenal sangat adil dan bijaksana. Dikisahkan, saat adik kandungnya melanggar peraturan dengan memecahkan kendi sebagai penghias taman tepi jalan, kaki adiknya ini langsung dipotong oleh algojo atas perintah Ratu Sima. Sebelumnya memang sudah ada peraturan untuk tidak menyentuh kendi, apalagi memecahkan dengan kaki.
Sayangnya, Ratu Sima memerintah Kalingga hanya dalam waktu singkat. Dia wafat dalam usia kurang dari enam puluh tahun. Tampuk singgasana, kemudian dipegang oleh putera tertuanya. Namun tak jelas, siapa nama pengganti Ratu Sima ini. Yang jelas, pengganti Ratu Sima mempunyai seorang puteri yang sangat cantik jelita yakni Dewi Mahdi. Selain kerajaan Kalingga, tak jauh dari kerajaan besar ini, juga berdiri sebuah kerajaan kecil yang bernama Kerajaan Jimbung. Sedangkan yang bertahta di Jimbung saat itu adalah Joko Patohan atau yang lebih dikenal dengan sebutan Prabu Jimbung.
Saat itu, Joko Patohan yang sebenarnya juga mantan pembesar di Kalingga ini, dikenal ketampanannya. Ketampanan Joko Patohan ini, didengar oleh Dewi Mahdi. Karena itu, atas seijin ramandanya, tanpa malu-malu, Dewi Mahdi pergi ke kerajaan Jimbung untuk melamar Joko Patohan. Selain membawa prajurit pengawal, turut dalam rombongan Dewi Mahdi yakni Ki Poleng dan Ki Remeng. Begitu tiba didekat gapura masuk kerajaan Jimbung, Dewi Mahdi meminta Ki Poleng dan Ki Remang untuk menghadap Joko Patohan guna menyampaikan maksudnya.
Tapi di luar dugaan, Joko Patohan menolak lamaran Dewi Mahdi. Penolakan ini, tentu saja membaut marah kedua utusan Kalingga. Mereka kemudian menantang perang tanding Joko Patohan. Saat itu, begitu mendapatkan tantangan dari Ki Poleng dan Ki Remang, sebenarnya Joko Patohan berusaha tidak melayaninya itu dengan alasan, jika keduanya bukan tandingannya. Tapi rupanya, kedua utusan itu tidak menggubris peringatan Joko Patohan. Perang dua lawan satu langsung pecah. Sementara, diluar istana, begitu mengetahui lamarannya ditolak, Dewi Madi langsung memerintahkan prajuritnya untuk masuk, tapi dihadang oleh prajurit Jimbang.
Rupanya, kesaktian Ki Poleng dan Ki Remang, bukan tandingan Joko Patohan. Dengan kesaktiannya, kemudian Joko Patohan mengutuk kedua utusan itu menjadi dua ekor bulus raksasa berwarna belang. Begitu berubah wujud menjadi bulus, keduanya merengek kepada Joko Patohan meminta air untuk kungkum. Karena itu, kemudian Joko Patohan menancapkan senjatanya berupa tongkat kedalam tanah. Begitu tongkat dicabut, dari dalam tanah langsung keluar air yang cukup deras. Dan dalam waktu sekejap, mata air yang terbuat dari tongkat pusaka milik Joko Patohan ini berubah menjadi sendang.
Sebelum memasukkan kedua bulus ini ke dalam sendang, Joko Patohan meminta kepada keduanya agar kelak membantu manusia yang membutuhkan pertolongannya. Setelah keduanya sanggup memenuhi permintaan Joko Patohan, kemudian mereka diceburkan ke dalam sendang. Sejak saat itu, Ki Poleng dan Ki Remeng menjadi penguasa gaib sendang yang kini lebih dikenal dengan sebutan Sendang Jimbung. Namun pada akhirnya, pada saat ini, yang lebih berperan menolong orang yang mencari kekayaan secara instan, hanya Ki Poleng. Karena itulah, setiap orang yang dibantu dalam hal kekayaan, tubuhnya pasti berwarna belang seperti warna tempurungnya.
Menghadapi prajurit Jimbung yang lebih besar jumlah, prajurit Denwi Mahdi tak berdaya..Begitu prajuritnya kocar-kacir, Dewi Mahdi kemudian bunuh diri didepan pintu gapura kerajaan Jimbung. Kematian Dewi Mahdi serta perubahan fisik Ki Poleng dan Ki Rembang ini, akhirnya terdengar oleh Raja Kalingga. Dengan kekuatan penuh, Kalingga langsung mengirim pasukan untuk menyerang kerajaan Jimbung. Karena serangan dari Kalingga ini tak terduga, dalam waktu sekejap kerajaan Jimbung luluh-lantak rata dengan tanah. Tak seorang pun prajurit Jimbung dibiarkan hidup. Begitu juga dengan istana Joko Patohan. Dibakar habis tanpa sisa.
Sumber : Majalah Liberty