Dari seluruh rangkaian acara yang digelar, satu hal yang sangat ditunggu-tunggu adalah sambutan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik mengenai permasalahan pajak yang diberlakukan terhadap film lokal yang kabarnya terlalu tinggi. Dalam sambutannya, Menteri Jero Wacik pun menyampaikan beberapa hal yang berkaitan mengenai usaha memajukan perfilman Indonesia yang menurutnya akan ia masukkan ke dalam RAPBN 2012, yaitu sebagai berikut:
- Pemberian subsidi kepada film-film bertema kepahlawanan dan karakter anak-anak.
- Target 1000 layar/teater di seluruh Indonesia pada tahun 2014. Sebagai informasi, hingga saat ini Indonesia baru memiliki 672 layar dan itupun tidak tersebar secara merata di seluruh Indonesia.
- Penyediaan mobil film yang akan berkeliling ke seluruh pelosok negeri yang tidak tersentuh bioskop, seperti pedesaan.
- Secara berkala akan mengumpulkan film-film Indonesia berkualitas, yang memiliki nilai edukasi di dalamnya (Denias, Petualangan Sherina, Laskar Pelangi, dll), untuk menjadi tayangan wajib di SD, sebagai pembelajaran mengenai pembentukan karakter.
- Membangun Fakultas Film/Institut Perfilman yang akan mendorong kemunculan sineas-sineas muda penuh bakat.
- Pemberlakuan PPN terhadap komponen pendukung produksi film yang dibawa/dibeli dari luar negeri sebesar 0% alias dihapuskan. Sebelumnya, pemerintah mengategorikannya sebagai “barang mewah” yang dikenakan pajak sebesar 40%.
Berbicara mengenai kisruh penangguhan penayangan film impor dari beberapa distributor ternama yang telah berjalan selama beberapa bulan belakangan, Jero Wacik mengatakan, “Film-film impor tidak mungkin tidak akan tayang sama sekali. Film-film tersebut tetap dibutuhkan sebagai bahan pembelajaran masyarakat Indonesia mengenai budaya bangsa lain. Selain itu, juga sebagai pembanding terhadap film lokal sehingga para sineas Indonesia dapat terus belajar dari untuk menciptakan karya yang semakin bermutu”. Apa itu artinya film-film besar, seperti Pirates of the Carribean: on Stranger Tides, Harry Potter and the Deathly Hallows Part II, Battle: Los Angeles, dan lainnya akan beredar di Indonesia?
Menteri Budaya dan Pariwisata Jero Wacik mengungkapkan, pemerintah menemukan formulasi pajak perfilman, baik film nasional maupun film impor. Pemerintah juga telah berbicara dengan pihak importir film terkait penyusunan formulasi baru titu. Hal itu tak lain supaya film Hollywood dapat kembali dinikmati oleh masyarakat di tanah air.
“Saya sudah berbicara pada importir film. Tujuan kami (pemerintah) adalah agar film-film Hollywood tetap masuk (ke Indonesia),” kata Wacik di Kantor Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu 30 Maret 2011. Menurut Wacik, pemerintah sadar orang Indonesia banyak menyukai film-film Hollywood.
Oleh sebab itu, kata Wacik, film impor – termasuk film Hollywood – penting untuk dipertahankan. Film Hollywood juga dapat menjadi pembanding bagi film-film nasional. Pemerintah berpendapat, film impor akan memacu produser film dalam negeri lebih semangat bekerja guna memproduksi karya berkualitas.
Wacik menegaskan pemerintah tetap akan memberi ruang bagi eksportir film asing demi pertumbuhan positif dunia perfilman tanah air. Di saat sama, pemerintah juga melindungi perfilman Indonesia dengan memberikan pajak ringan bagi film nasional.
“Tetapi (yang diproduksi) harus film-film soal kepahlawanan yang dapat membangun karakter anak bangsa, agar ada semangat berbangsa dan cinta tanah air. Itu yang harus diangkat dalam film,” pesan Wacik kepada produsen film dalam negeri.
Wacik menyatakan, perintah penataan perpajakan film datang langsung dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, karena beliau melihat dunia perfilman nasional sudah membaik. Saat ini, jelas Wacik, tiga departemen terkait, yakni Departemen Bea Cukai, Departemen Perpajakan, dan Departemen Perfilman, masih menyelesaikan perhitungan teknis soal formulasi pengaturan pajak perfilman.
“Titik terangnya sudah mulai ada. Rencana kami, pajak film dalam negeri akan dibuat sekecil mungkin, kalau bisa nol. Sementara film impor akan dikenakan pajak yang pantas. Sekarang masih dihitung teknisnya,” tutup Wacik.
Menteri Budaya dan Pariwisata Jero Wacik mengungkapkan, pemerintah menemukan formulasi pajak perfilman, baik film nasional maupun film impor. Pemerintah juga telah berbicara dengan pihak importir film terkait penyusunan formulasi baru titu. Hal itu tak lain supaya film Hollywood dapat kembali dinikmati oleh masyarakat di tanah air.
“Saya sudah berbicara pada importir film. Tujuan kami (pemerintah) adalah agar film-film Hollywood tetap masuk (ke Indonesia),” kata Wacik di Kantor Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu 30 Maret 2011. Menurut Wacik, pemerintah sadar orang Indonesia banyak menyukai film-film Hollywood.
Oleh sebab itu, kata Wacik, film impor – termasuk film Hollywood – penting untuk dipertahankan. Film Hollywood juga dapat menjadi pembanding bagi film-film nasional. Pemerintah berpendapat, film impor akan memacu produser film dalam negeri lebih semangat bekerja guna memproduksi karya berkualitas.
Wacik menegaskan pemerintah tetap akan memberi ruang bagi eksportir film asing demi pertumbuhan positif dunia perfilman tanah air. Di saat sama, pemerintah juga melindungi perfilman Indonesia dengan memberikan pajak ringan bagi film nasional.
“Tetapi (yang diproduksi) harus film-film soal kepahlawanan yang dapat membangun karakter anak bangsa, agar ada semangat berbangsa dan cinta tanah air. Itu yang harus diangkat dalam film,” pesan Wacik kepada produsen film dalam negeri.
Wacik menyatakan, perintah penataan perpajakan film datang langsung dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, karena beliau melihat dunia perfilman nasional sudah membaik. Saat ini, jelas Wacik, tiga departemen terkait, yakni Departemen Bea Cukai, Departemen Perpajakan, dan Departemen Perfilman, masih menyelesaikan perhitungan teknis soal formulasi pengaturan pajak perfilman.
“Titik terangnya sudah mulai ada. Rencana kami, pajak film dalam negeri akan dibuat sekecil mungkin, kalau bisa nol. Sementara film impor akan dikenakan pajak yang pantas. Sekarang masih dihitung teknisnya,” tutup Wacik.